Guna mendukung langkah efisiensi penghematan anggaran yang dilakukan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Seknas FITRA menyampaikan 5 alasan mengapa pemberian tunjangan rumah itu layak dibatalkan. Pertama, besarnya nilai tunjangan rumah dinas DPR dapat memperlebar kesenjangan antara anggota DPR dengan konstituennya.
Kedua, tunjangan rumah dinas DPR ini dapat dianggap sebagai pemborosan anggaran negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih membutuhkan, seperti percepatan program 3 juta rumah layak huni bagi masyarakat miskin. Ketiga, metode pembayaran skema lumpsum dinilai tidak transparan dan rawan penyalahgunaan sebab belum tentu tunjangan yang diterima untuk kebutuhan rumah (sewa/kontrak) karena tidak ada laporan aktualnya?
Keempat, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang masih membutuhkan banyak perbaikan. Terakhir, besarnya tunjangan tersebut dapat membuka potensi penyalahgunaan wewenang dan korupsi, terutama jika tidak ada pengawasan yang ketat terhadap penggunaannya.
Dengan membatalkan tunjangan rumah dinas DPR yang besar ini, sambung Misbah, Pemerintah Pusat dapat mengalihkan anggaran untuk program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin dan rentan seperti perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan masyarakat adat.
FITRA mendorong pemerintah untuk mempercepat program pengadaan rumah layak huni bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang saat ini lambat atau mandeg. Selain itu, pihaknya berharap agar anggaran itu dapat dialihkan untuk mendukung kinerja dewan pada aspek legislasi, penganggaran, dan pengawasan menggunakan platform digital (AI). (rn/r)