PenaTerkini.co.id, Bandung – Kesepakatan Jakarta dan rencana pelaksanaan Kongres Persatuan paling lambat 30 Agustus 2025, secara hukum, mengakhiri dualisme kepemimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.
Hal tersebut ditegaskan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) PWI Jawa Barat yang digelar di Kota Bandung, Selasa (24/06/2025).
Rakor dipimpin Ketua PWI Jawa Barat (Jabar), Hilman Hidayat yang didampingi Ahmad Syukri dan Tantan Sulthon, masing-masing Wakil Ketua dan Sekretaris PWI Jawa Barat. Rakor diikuti pengurus inti PWI kabupaten/kota se-Jawa Barat.
Seiring konstelasi dinamika konflik di PWI Pusat –yang belakangan berimbas kepada kepengurusan cabang di berbagai provinsi dan kabupaten/kota– penasihat hukum PWI Jawa Barat, yakni Untung Kurniadi dan Ian Mulyana, dihadirkan dalam forum rakor.
Menjelaskan perspektif hukum kisruh kepengurusan PWI Pusat, Untung menegaskan bahwa Kesepakatan Jakarta yang ditandatangani dua pihak yang bertikai, yakni kubu Hendry CH Bangun (HCB) dan Zulmansyah Sekedang, yang dimediatori Dewan Pers merupakan langkah positif menyelesaikan konflik.
Terlebih disepakati pula untuk menggelar Kongres Persatuan yang dijadwalkan paling lambat 30 Agustus 2025. Susunan steering committee (OC) dan organising committee (SC) yang melibatkan wakil kedua kubu dan pihak Dewan Pers diagendakan memilih ketua PWI Pusat.
Diharap, sosok ketua PWI Pusat yang terpilih nantinya, dan selanjutnya menyusun kepengurusan baru menjadi awal bagi kembali normalnya perputaran organisasi profesi wartawan tertua di Indonesia ini.
“Naskah Kesepakatan Jakarta dan rencana pelaksanaan Kongres Persatuan yang ditandatangani bersama Pak HCB dan Pak Zul, dan masing-masing sekjennya pada 16 Mei lalu, secara hukum mengakhiri dualisme kepengurusan,” tegas Untung.
Digarisbawahi pula bahwa PWI Pusat sekarang dipimpin oleh dua orang. Keputusan organisasi sejak Kesepakatan Jakarta hingga pelaksanaan Kongres Persatuan harus disetujui kedua orang tersebut, dengan melibatkan masing-masing sekjennya.
Karena itu, menurut Untung, pembekuan pengurus PWI daerah dan pembentukan pelaksana tugas (Plt.) pengurus cabang di sejumlah daerah oleh salah satu kubu jelas merupakan tindakan yang tidak sah secara hukum.
“Kami dapat menjelaskan panjang lebar asas hukum mengenai hal itu. Saya bisa mempertanggungjawabkan pendapat hukum kami ini,” tandasnya.
Ditambahkan, manuver salah satu kubu yang membekukan dan membentuk pelaksana tugas menjelang pelaksanaan kongres jelas melampaui batas kewenangannya.
Sementara itu, sebelumnya, Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat menyatakan kisruh kepengurusan di PWI Pusat yang telah berlangsung kurang-lebih setahun merupakan catat terburuk PWI sejak berdiri pada 1946.
Organisasi profesi wartawan yang telah berusia 79 tahun ini tidak pernah mengalami konflik setajam sekarang, sehingga membuat malu segenap anggota di seluruh Indonesia.
“Dahulu, ketika awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia, tokoh-tokoh PWI bersitegang soal ideologi. Hari ini kita berseteru karena masalah uang,” ungkap Hilman, prihatin.
Keprihatinan segenap anggota PWI hari ini, khususnya di daerah, yang melibatkan kubu hasil Kongres XXV PWI di Bandung pada 2023 dengan kelompok pelaksana tugas menyebar hingga menyeret mitra-mitra pers.
“Mau sampai kapan PWI begini. Karena itu, aneh kalau ada pihak hari ini yang berusaha menggagalkan rencana pelaksanaan Kongres Persatuan,” ujar Hilman.
Pada kesempatan yang sama, Hilman juga menjelaskan dirinya melibatkan kuasa hukum atas permasalahan PWI di Jawa Barat sama sekali bukan untuk memidanakan siapapun. Melainkan untuk langkah-langkah penyelesaian masalah secara tepat.
“Adanya pengacara bukan untuk mengalahkan siapapun. Ini bukan soal kalah-menang. Kita ini, kan, berorganisasi untuk saling berbagi pengetahuan. Harusnya kita dalam suasana senang di PWI, bukan justru sebaliknya,” papar Hilman lagi.
Para ketua PWI kabupaten/kota se-Jawa Barat pada rakor melaporkan situasi di daerah masing-masing pasca-HCB membentuk “pengurus tandingan”.
Beberapa daerah atau cabang diwarnai upaya kubu pelaksana tugas merebut sekretariat, yang umumnya milik pemerintah kabupaten/kota.
Pengurus cabang hasil Kongres XXV PWI tetap mempertahankan sekretariatnya, karena hanya keputusan pengadilan yang dapat mengalihkan penggunaan kantor PWI dimaksud. (red)