Ia mengutarakan Per 1 Januari 2026 KUHP baru mulai berlaku dan di dalamnya terdapat aturan mengenai Restorative Justice. Banyak yang bisa ‘terselamatkan’ dengan penerapan ini, termasuk kondisi lapas yang dinilai sudah over kapasitas. “Kalau semua sedikit-sedikit dipenjara, lapas penuh, dan keadilan yang humanis tidak ada,” ucap Bobby
Karena itu, Bobby meminta agar pelaku pidana kerja sosial diberi insentif sesuai mekanisme yang dimungkinkan.
Senada dengan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Dr.Harli Siregar, SH.,M.Hum. menegaskan bahwa penerapan Restorative Justice di provinsi Sumatera Utara merupakan bentuk penegakan hukum yang humanis. Menurutnya, Restorative Justice menjadi cara menyelesaikan perkara pidana ringan dengan mengutamakan perdamaian, pemulihan hubungan, serta pertanggungjawaban pelaku, tanpa proses pengadilan yang panjang.
“Penandatanganan MoU pidana kerja sosial ini merupakan komitmen bersama untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Kita ingin menghadirkan penegakan hukum yang tegas namun inklusif” tuturnya.
Ia meminta pemerintah kabupaten/kota segera membentuk tim teknis, menetapkan langkah operasional, menyusun SOP, dan menetapkan supervisi.
Terkait hal itu, Wali Kota Pematangsiantar Wesly Silalahi SH MKn mengutarakan mendukung pelaksanaan Restorative Justice agar masalah hukum di masyarakat bisa diselesaikan secara sosial dan berkeadilan di kota Pematangsiantar.
” Pemko Pematangsiantar segera membentuk tim teknis, menetapkan langkah operasional, menyusun SOP, dan menetapkan supervisi’ tandasnya.
Kegiatan ini diisi dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Gubernur Sumut dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Dan dilanjutkan dengan penandatanganan kerjasama antara Bupati/Wali Kota Se-Sumatera Utara, bersama Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara dan tentang Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial bagi pelaku pidana. (EMS/Ikhsan)






