PenaTerkini, Jakarta – Kurikulum sangat dibutuhkan bahkan menjadi acuan utama dalam proses pembelajaran, terutama bagi perguruan tinggi maupun sekolah. Akan tetapi memiliki perbedaan dalam membutuhkan kurikulum tersebut, yangmana sekolah dengan sistem pembelajaran yang belum final, sedangkan perguruan tinggi sangat membutuhkan terhadap daya serap pasar atas kelulusan mahasiswa itu sendiri. Sehingga bila pemerintah tidak peka akan permasalahan yang ada saat ini, maka disangsikan akan menimbulkan permasalahan baru bagi mahasiswa dalam menghadapi tantangan kedepannya.
Hal tersebut dikatakan, Prof. Dr. H. Sumaryoto, Rektor Universitas Indra Prasta (Unindra) PGRI saat ditemui media ini diruang kerjanya, Jalan Nangka I, Jakarta Selatan Selasa,(01/10/2024).
Menurutnya, bahwa mau tidak mau kurikulum harus disesuaikan dengan lingkungan serta kebutuhan dunia usaha maupun dunia industri. Tetapi berbeda dengan kebutuhan di pendidikan sekolah yangmana tidak mempengaruhi dengan masalah ekternal.
“Yang penting menurut pribadi saya, terkait kurikulum disekolah terpenting jangan sering berubah-ubah atau mengotak-atik menjadi tidak jelas seperti mengganti nama dan segala macam lainnya, seperti contoh seperti mata pelajaran IPA, Biologi, Fisika, Kimia digabungkan lagi, Nah inikan sesuatu yang mubazir. ” ucapnya.
Lebih lanjut Prof Dr. H. Sumaryoto menuturkan, kita dapat berkaca dengan negara jiran tetanga yang paling dekat seperti Malaysia menggunakan kurikulum secara konsisten . Walau ada perubahan terjadi pada kurikulum, tentunya sudah diperhitungkan lebih matang. Perguruan Tinggi yang ada di Malaysia dari dulunya hingga saat ini tidak berubah. Program kurikulum yang mereka gunakan sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia, seperti Perguruan Tinggi untuk akademik pada level sarjana muda menempuh pendidikan selama 3(tiga) tahun, ditambah 2(dua) tahun sarjana maupun magister, ditambah 3(tiga) tahun untuk level Doktor.
“Malaysia menerapkan kurikulum secara konsisten dari dulunya hingga sekarang tidak berubah-ubah.Sementara di Indonesia malah tidak jelas penerapannya, seperti program pendidikan untuk Sarjana selama 4 tahun, Magister dibutuhkan 2 tahun dan Doktor 3 tahun, jadi kita rugi 1 tahun. Kalau mahasiswa sarjana dari Indonesia kuliah di luar negeri mengambil program Master dengan negara Malaysia cukup menempuh pendidikan selama 3 tahun di level Sarjana, 2 tahun bergelar Magister dan 3 tahun untuk meraih gelar Doktor.”ungkapnya
Ia menambahkan, anehnya ini justru tidak dibenahi oleh pemerintah terutama di Kementerian Kemendikbudristek, mangapa hanya disibukan dengan mengurusi yang tidak perlu.
“Saya berharap kedepannya ini menjadi prioritas membenahi tata kelola pendidikan tinggi, disesuaikan dengan kurikulum-kurikuum internasional seperti contoh di negara tetangga yang telah jelas dimana diterapkan untuk level sarjana muda 3 tahun, ditambah 2 tahun menjadi sarjana atau magister dan di tambah 3 tahun menjadi doktor. Itu yang menjadi prioritas.”sebutnya.
Bisa dibayangkan, ucap Rektor Unindra melanjutkan, 1 (satu) tahun di perguruan tinggi itu membutuhkan biaya besar, waktu yang sia-sia dan sangat-sangat mubazir. Oleh karena itu, dunia pendidikan sangat mengharapkan kepada pemerintah kedepannya untuk membenahi sistem yang dirasakan tidak ada manfaatnya.
Menanggapi pertanyaan wartawan apakah merdeka belajar efektif untuk dilanjutkan, Prof Sumaryoto mengatakan, harus dipilah-pilah mana yang relepan untuk dilanjutkan dan mana yang harus di perbaharui kedepannya. Karena tidak sertamerta juga keseluruhannya untuk di rubah.
Masih menurut Rektor Unindra ini, bahwa yang layak untuk dilanjutkan seperti program magang, sertivikasi, praktek kerja lapangan. Sebenarnya, bila bicara tentang merdeka belajar ini sudah ada dari dulunya yang konsepnya link and match yang merupakan penyesuain antara dunia pendidikan dengan dunia kerja tapi intinya tidak beda jauh dengan program yang sekarang ini, merdeka belajar.
Maka dari itu, orang nomor satu di Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI ini berharap kedepannya pemerintahan agar lebih peka didalam menentukan arah kebijakan khususnya terhadap dunia pendidikan, dan tidak semaunya mengubah atau mengganti struktur, apalagi dengan kondisi saat ini yang mana keuangan sedang sulit. Sebab untuk mengganti nama, mengganti struktur tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit.
” Banyak yang harus di benahi dari sistem program pendidikan berjalan saat ini, pemerintah diharapkan fokus pada dunia pendidikan, karena kunci kemajuan negara ini ada pada dunia pendidikan .” pungkasnya. (red)